Beranda > Strategic Management > Mengantisipasi Perubahan

Mengantisipasi Perubahan

Penulis: Aditiawan Chandra.
Pagi ini saya membaca koran yang penuh dengan tulisan yang berisikan kekhawatiran tentang pro dan kontra terhadap berbagai isu baru. Reaksipun menjadi beragam muncul spontan karena akan terjadinya “perubahan”.

Mengapa perubahan menimbulkan pertentangan, silang pendapat dan reaksi keras ketidak-setujuan?

Meminjam teori ilmu ekonomi tingkat pertama, dengan perubahan satu tatanan bergeser dari kondisi “equilibrium lama” kepada posisi “keseimbangan baru”. Dampak perubahan kebijakan baru akan dirasakan oleh kelompok yang diuntungkan dan mereka yang dirugikan.

Contoh, terpilihnya Presiden Amerika Serikat ke-45, yang istilah kerennya bekerja untuk memenuhi “tuntutan warga Amerika” , telah menimbulkan kegoncangan tatanan keseimbangan ekonomi global, pasar keuangan, dan perjanjian kerjasama antar Negara. Duniapun mengalami perubahan ke arah pendulum menuju kesimbangan barunya.

Kemudian rencana keluarnya negara Inggris dari Kelompok Ekonomi Eropah (MEE) telah membuat kehebohan tersendiri yang berakibat tumbangnya era pemerintahan wanita Perdana Menteri Inggris.

tea_party_-_pennsylvania_avenue

(picture from Google)

Berikut beberapa hal yang ingin saya bagi pada teman-teman tentang esensi proses “perubahan”:

(1) “perubahan” umumnya terjadi karena ketidak puasan atas kinerja yang ada.

Inggris keluar dari MEE didorong oleh tuntutan warga negara seniornya yang memusuhi kedatangan warga immigrant pendatang. Di Amerika Serikat maraknya demo terjadi akibat kebijakan Pemerintah Trumph yang mengusung “perlindungan pada kepentingan utama warga Amerika”.

Secara mikro, setiap perubahan kebijakan di perusahaan tercetus karena dorongan perubahan Lingkungan Bisnis. Reaksinya antara lain dengan melakukan “perubahan” visi atau cara kerja unit-unit organisasi dalam mencapai tujuan.

Perubahan kebijakan yang dilakukan , menggantikan pejabat atau menutup Kantor Cabang yang buruk kinerjanya. Kalah bersaing di pasar bisa mendorong Pimpinan melakukan pemangkasan biaya dan perumahan karyawan. Jika kelesuan kinerja tetap berlanjut bisa saja Leader Unit Organisasi melakukan kebijakan “bedol desa” menggantikan dengan tenaga2 andalan mereka. Akhirnya, saat jaringan pemasaran menunjukkan gejala lumpuh, bisa saja ranting tersebut digantikan dengan merekrut member baru yang lebih energetik.

(2) “perubahan” dapat mengguncang tatanan lama dan menimbulkan reaksi negatif yang berlebihan

Kebijakan perubahan di perusahaan akan mendorong timbulnya protes keras di organisasi. Namun protes ini akan kalah dengan sendirinya, karena adanya komitmen Pimpinan yang lebih dominan dan futuristik. Saat para pelaku protes kemudian frustasi dan merasa terpojok, mereka akan mengakhiri protesnya dengan pembiaran pada kondisi baru pasca perubahan.

(3) Perubahan melalui Corporate Action bisa memberikan hasil rekayasa yang lebih baik. Namun bisa terguncang kembali jika ketidakpuasan meningkat.

Melihat pada contoh kasus yang telah diuraikan, ada beberapa tindakan yang bisa saya sarankan.

Tindakan corporate action, bisa menimbulkan reaksi kompromi yang positif atau sebaliknya perlawanan yang negatif. Namun reaksi negatif ini pada akhirnya akan melemah karena sebagian tuntutan telah diakomodir atau karena habisnya amunisi dari para pelaku protes.

Setiap strategi perubahan perlu disiapkan dengan kejelasan blueprint kebijakan yang akan diusung dan ketegasan proses pelaksanaannya. Jika timbul protes negatif yang masif segera lakukan mitigasi mencari kompromi sebelum ekskalasi bola salju semakin membahayakan.

#perubahan #protes #strategi

  1. Belum ada komentar.
  1. No trackbacks yet.

Tinggalkan komentar