Beranda > Business Environment, General, politik ekonomi > Berpacu dengan Elektabilitas Calon Presiden

Berpacu dengan Elektabilitas Calon Presiden

Penulis: Aditiawan Chandra.

Memasuki masa Pemilu 2024 suhu politik Indonesia mulai memanas.  Ketidakpastian lingkungan bisnis menjadi meningkat.  Perhatian pelaku bisnis tercurah pada siapakah Calon Presiden (Capres) yang akan memenangkan perlehatan penggantian Pimpinan Nasional.

Jauh hari berbagai media utama telah memberikan gambaran siapa saja kandidat Capres favorit di kalangan masyarakat pemilih. Melalui hasil survei, mereka mengeluarkan persepsi tingkat kepopuleran kandidat, yang dikenal dengan kata Elektabilitas. Namun yang menjadi masalah, angka elektabilitas ini cenderung berfluktuasi, satu fenomena yang perlu dikupas lebih lanjut.

Tulisan ini mencoba menggali beberapa faktor pemicu yang diduga kuat bisa mempengaruhi fluktuasi angka elektabilitas. Empat faktor memainkan peran, masing-masing ketokohan kandidat, visi dan misi kampanye yang memikat, jejak prestasi,  dan tim pendukung yang kompak dan kuat.

Sepintas Konsep Elektabilitas 

Grafik tingkat keterpilihan Capres kembali trending di media sosial saat tiga pasangan Capres muncul kepermukaan.  Pada Pemilu 2024, mereka adalah kandidat pasangan Anies-Muhaimin; Prabowo-Gibran dan Ganjar-Mahfud.  Grafik elektibilitas ini berfluktuasi, saling berkejaran sejak bulan Oktober 2023.  Fluktuasinya akan terus bergerak sampai hari Pemilu pada 14 Februari 2024, atau 26 Juni pada putaran kedua.

Angka elektabilitas mengukur tingkat keterpilihan kandidat. Angka ini dihitung secara persentase dari hasil jajak pendapat sampel penduduk yang terpilih pada suatu survei.  Kebenarannya dapat kita pegang, jika sampel survei telah dipilih secara acak. Semakin besar cakupan sampel penduduk yang terwakili, semakin dapat dipercaya angka tersebut .  Angka elektabilitas akan berubah mendekati waktu Pemilu; mengikuti sentimen  responden terhadap Calon Kandidat. 

Secara teori komunikasi sosial, angka elektabilitas berkaitan dengan konsep “popularitas” dan konsep “akseptabilitas”.  Kandidat yang populer  akan lebih mudah dikenal oleh target pemilih.  Seseorang yang tak dikenal cenderung sulit untuk mampu bersaing dalam mendapatkan dukungan publik.  Tingkat popularitas ini biasanya tertanam jika kandidat tersebut telah memiliki karakter “ketokohan”. Namun bisa juga didapat melalui kekuasaan saat kandidat menjabat di Pemerintahan.  Jika dana kampanye mencukupi, kandidat dapat melakukan  branding di media elektronik/ media sosial untuk mengatrol popularitas. 

Apakah kemudian dengan terkenal dimata masyarakat, sudah merupakan kunci sukses untuk memenangkan Pemilu? Ternyata tidak.  Kandidat masih harus menarik simpati publik.  Dia perlu menunjukkan bahwa  kandidat  merupakan sosok yang bisa memenuhi harapan-harapan pemilih.   Disinilah pentingnya penyampaian visi, misi dan program kerja kandidat kepada masyarakat. Visi dan misi yang dominan akan mampu menjembatani harapan dari target pemilih saat memasuki bilik suara.  Masyarakat akan memberikan keberpihakan, jika program kerja yang ditawarkan memenuhi kebutuhan mereka.  Target pemilih perlu diberikan kepercayaan, bahwa program kerja yang ditawarkan bisa dijalankan.  Model kepemimpinan yang kuat dan terpercaya merupakan syarat yang perlu dipenuhi oleh kandidat Capres.

Ketokohan Kandidat

Studi dari Carsey School of Public Policy (2016) pernah meneliti pengaruh ketokohan terhadap elektabilitas kandidat dalam pemilihan anggota legislatif. Ternyata ketokohan bisa mempengaruhi persepsi dan dukungan dari pemilih. Sebelumnya Kslazek, Malthouse dan Webster dari Northwestern University (2010) menyimpulkan pengaruh yang kuat dari ketokohan atas preferensi pemilihan Presiden di Amerika Serikat. Pengaruh ketokohan pada angka elektabilitas tergantung  pada sejauh mana pemilih mengenal baik kandidat Presiden, disamping peguasaan pengetahuan politik. Holm dan Oscarson (2011)  menyimpulkan hal yang sama. Bahwa ketokohan kandidat terbukti punya dampak yang positip terhadap elektabilitas kandidat.

Di Indonesia, studi elektabilitas Lili Romli (2008) menunjukkan keterkaitan ketokohan mantan pejabat publik dalam memenangkan persaingan Pilkada.  Mereka adalah kandidat yang memiliki popularitas dan penguasaan opini publik. Kemudian, Litbang Kompas (2022) menunjukkan dengan terang benderang, alasan keberhasilan parpol Gerindra yang berangsur menjadi salah satu partai yang besar. Pendorong utamanya adalah keberadaan sosok Prabowo Subianto. Dia menjadi sosok pemimpin yang tegas dan mengayomi dalam membesarkan partai.  Ketokohannya terus melekat dan menjadi simpul kekuatan dalam meningkatkan dukungan partai Gerindra.   Demikian juga menurut saya, ketokohan sosok ibu Mega mengikuti karakter ayahnya Bung Karno, menjadi faktor penentu perkembangan pesat dari partai berlambang kepala banteng ini.  Jelas dukungan partai politik yang dominan dan kuat akan mampu menggerakan tingkat keterpilihan Capres.

Ketokohan ulama/pemuka masyarakat acapkali digunakan secara tidak langsung untuk  menjaring tambahan pemilih dalam persaingan yang ketat.  Tidak heran jika ketiga kandidat Capres 2024, pernah melakukan kunjungan silaturahmi kepada tokoh-tokoh ulama dan pemuka masyarakat.  Silaturahmi dilakukan untuk mendapatkan dukungan moril (bandwagon effect) yang diperlukan.  Dengan doa dan restu tokoh ulama terkenal,  diharapkan opini para pemilih pada kandidat tertentu terbentuk. Ustadz/Kiai  terkenal punya jumlah simpatisan dan pengikut yang banyak. Pertemuan silahturahmi dengan tokoh agama ini akan mendorong pemilih untuk menetapkan pilihan kandidatnya. Silaturahmi tidak harus ke tokoh agama. Namun bisa juga mendatangi mantan Presiden yang populer, Perdana Menteri/Sultan dari negara tetangga , atau tokoh masyarakat yang terkenal.

Demikian juga dengan memilih mitra Calon Wakil Presiden. Prosesnya perlu  dilakukan dengan memperhatikan keahlian dibidangnya dan  mampu menarik pemilih melalui  “bandwagon effect”, yang melekat pada dirinya.  Tak heran jika pak Mahfud dan pak Muhaimin bisa terpilih karena keduanya punya keterikatan secara institusional dengan calon pemilih dari kelompok partai/ormas Islam tertentu.

Visi dan misi kampanye yang memikat

Namun demikian tak dapat dipungkiri elektabilitas ini bukan hanya ditentukan oleh keberadaan sosok ketokohan. Terdapat faktor lainnya yang mempengaruhi perilaku pemilih Indonesia. Visi dan Misi kampanye, berikut Program Kerja yang ditawarkan Capres dapat mempengaruhi tingkat elektabilitas kandidat.  Visi dan Misi tersebut menggambarkan apa yang ingin dibangun oleh masing-masing kandidat pada lima tahun ke depan. Platform kerja dibentuk atas dasar sumber daya dan  kesamaan platform politik dari partai politik yang mendukung. Semakin lengkap dan realistis tawaran program kerja yang memenuhi kebutuhan masyarakat, semakin memikat jumlah pemilih yang diharapkan tertarik dengan paket program kerja kandidat Capres.

Untuk Pemilu 2024, Visi dan Misi program kampanye kandidat Capres bisa dibedakan secara kentara.  Pasangan Prabowo/Gibran dan Ganjar/Mahfud, keduanya berkeinginan untuk melanjutkan program kerja yang telah dibangun oleh Presiden Jokowi.  Mereka sepakat akan melanjutkan kemandirian ekonomi melalui “Program-Hilirisasi” dari produk-produk ekspor mineral Indonesia. Merekapun akan melanjutkan pembangunan IKN-Nusantara, dengan sedikit pembedaan dalam teknis pelaksanaannya. Sedangkan pasangan Anies/Muhaimin tampil dengan warna yang berbeda,  membawakan tema perubahan. Perubahan ini diperlukan untuk mengoreksi arah pembangunan dengan lebih memperhatikan prinsip keadilan dan penegakan hukum.

Agar punya daya tarik program kerja yang lebih memikat, masing-masing kandidat berupaya menonjolkan keunikannya tersendiri.  Dalam membidik kalangan bawah, kubu Capres Prabowo Subianto mengedepankan program pemberian susu dan makan siang gratis untuk para pelajar. Sedangkan kubu Ganjar Pranowo akan melanjutkan pemberian bansos, insentif guru di kawasan Papua dan pemberian beasiswa pada anak miskin dan program internet gratis.  Dilain pihak, kubu Anies Baswedan lebih menekankan pemberian kredit usaha untuk kalangan anak muda dan bantuan pembangunan desa  sejumlah 5 Milyar per/desa.

Dalam upaya menarik simpatisan kalangan pebisnis, Capres Anies Baswedan pada debat gagasan di KPU, menjanjikan alokasi 5% APBN yang berjumlah 100 trilyun pada kredit usaha untuk kalangan anak muda. Bahkan kubu Paslon Satu ini meluncurkan istilah “slepetnomics” yang digagas oleh pak Muhaimin. Gagasannya adalah mengedepankan keberpihakan pada kelompok usaha kecil/menegah dengan upaya mengendalikan insentif pada usaha besar. Pajak orang kaya akan diaktifkan dan untuk ceruk kelompok menengah tingkat pajaknya dikurangi.   Kemudian pada kubu Ganjar, isu yang dikedepankan adalah peningkatan kepastian iklim investasi, khususnya untuk pengusaha besar.  Perijinan pembangunan Kawasan Industri akan ditingkatkan, sekaligus dengan membangun sekolah vokasi gratis di beberapa wilayah. Perbaikan peraturan perundangan pinjolpun tak luput menjadi perhatian. Tak mau kalah dengan kedua kubu pesaing, Capres Prabowo ingin membantu usahawan UKM untuk naik kelas peringkat. Program kerjanya meliputi pemberian kredit usaha, fasilitas pemasaran dan meningkatkan program penguatan SDM serta perlindungan hukum yang diperlukan. Khusus untuk kepentingan pengusaha besar, “Program-Hilirisasi” berikut fasilitas pemberian insentifnya akan menjadi prioritas pembangunan ke depan.

Terlihat sampai disini, masing-masing Visi dan Misi Capres di atas punya kekhususan tersendiri.  Mereka membangun program kerja untuk mentarget ceruk kelompok pemilih tertentu, pada wilayah yang diprioritaskan.  Masing-masing tentunya punya kelebihan dan kekurangan. Posisi keunggulan  program kerja kandidat Capres pilihan akan mudah untuk dicerna oleh kalangan professional.  Namun untuk kebutuhan target kelompok masyarakat miskin, program kerja yang menekankan pemenuhan kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, dan pendidikan akan menjadi daya tarik utama mereka.

Saya melihat belum  ada satupun kandidat Capres yang menawarkan program peningkatan lapangan kerja bagi pemilih kalangan muda.  Yang mereka berikan masih sebatas pemberian bea siswa, program magang dan peningkatan produktivitas.   Melakukan pembangunan industri dengan potensi multiplier lapangan kerja yang tinggi, sebenarnya perlu mendapatkan prioritas. Industri tersebut misalnya meliputi industri elektronik, komputer, tekstil, otomotif, jasa konsultasi, laboratorium kesehatan, pendidikan digital, seni pertunjukan dan jasa sejenisnya.   Bonus demografi Indonesia dengan puluhan ribu pekerja, tentunya memerlukan kepastian akan ketersediaan lapangan kerja yang memadai bagi mereka.  Program kerja seperti ini masih dinantikan.

Jejak Prestasi Kandidat

Faktor yang tidak dapat diabaikan dalam mempertahankan elektabilitas adalah rekam jejak prestasi kandidat.  Kandidat Capres yang mampu mengayomi kepentingan semua pihak menjadi persyaratan mutlak keterpilihan.  Penduduk Indonesia memang sangat beragam. Mereka semua punya hak untuk mendapatkan kesetaraan perlakuan, tanpa memihak pada kepentingan mayoritas.  Kepemimpinan kandidat akan diterima dengan baik apabila kandidat tersebut mampu mempersatukan bangsa Indonesia yang berbeda latar belakang agama dan kesukuannya.   

“Akseptabilitas” kandidat tentunya tidak cukup dibangun hanya dengan menonjolkan ketokohan.   Prestasi dan jejak kepemimpinan masa lalu akan mempengaruhi akseptabilitas kandidat.   Tidak aneh jika kemudian kandidat presiden di negara kita adalah mereka yang pernah menjadi Walikota, Gubernur, pimpinan puncak partai politik/ TNI, atau pimpinan perusahaan global yang sukses. Jejak prestasi yang dinginkan masyarakat pemilih adalah prestasi orisinil dari kandidat bersangkutan. Tanpa tipuan kampanye menyesatkan.  Bukan juga prestasi yang didapat karena adanya sokongan birokrasi yang diarahkan.  Atau bahkan dengan melanggar sistem tata-kelola kepemerintahan yang berlaku. 

Satu hal yang perlu diwaspadai oleh kandidat, adalah serangan lawan pada acara debat Capres. Lawan yang cerdik akan mempertanyakan prestasi kepemimpinan masa lalu.   Dengan waktu debat yang singkat, kandidat harus mampu memberikan klarifikasi kemungkinan serangan liar yang mengorek kelemahan yang ada.  Apalagi jika serangan tersebut disertakan dengan rekaman jejak digital yang telah beredar luas.   Hal ini ditunjukkan beberapa hari yang lalu, bagaimana pak Prabowo terlihat agak menghindar dari pertanyaan-pertanyaan teknis tentang Anggaran Pertahanan.  Kekurang-siapan tim sukses kubu Prabowo memberikan masukan pada beliau, membuat kandidat Anies dan Ganjar memberikan skor rendah dalam kepemimpinan Prabowo di bidang Pertahanan.  Secara serempak kemudian keesokan harinya sentimen negatif mendera pihak Prabowo.

Namun satu hal yang perlu dijaga, bahwa secara etika seperti kurang patut jika kandidat lawan menyerang dengan retorika seolah-olah dia pribadi yang paling baik.  Apalagi jika jejak digital masa lalunya menunjukkan, bahwa kandidat tersebut adalah kawan seperjuangan yang telah  mendapatkan dukungan fasilitasi oleh lawan.  Biarlah masyarakat memilih calon kandidat presiden tanpa hasutan dengan memberikan skor nilai kepemimpinan menurut selera pribadinya.

Tim Pendukung yang kompak dan kuat

Akhirnya, sekuat apapun sosok kandidat Presiden, jika tidak didukung oleh Tim Pemenangan yang kuat maka agak sulit untuk meningkatkan dan menjaga angka elektabilitas.  Tim Pemenangan yang kuat akan terbentuk dengan melibatkan sosok professional lintas disiplin, yang mampu bekerja sama dan berjuang untuk kemenangan kandidat sepenuhnya.   Ditengah perjalanan, bukan tidak mungkin kekompakan akan memudar jika sumber pendanaan dirasakan kurang. Apalagi dengan penempatan kalangan profesional di tim tersebut yang berat sebelah kepada penunjukkan “orang dalam”.  Cara berkampanye di lapanganpun, perlu mendapatkan perhatian agar pesan-pesan penting pada program kerja kandidat terkirim dengan baik dan benar. Sangat disayangkan jika kampanye yang ada hanya berisikan retorika adu mulut dan kekuatan fisik.

Apa yang saya uraikan diatas akan pupus dengan proses pemungutan suara yang diperjual-belikan, dengan serangan sogokan uang suap, dan perilaku kecurangan birokrasi dalam pengumpulan data suara.

Cibubur 8 Januari 2024.

  1. Belum ada komentar.
  1. No trackbacks yet.

Tinggalkan komentar